Pendekatan Pendidikan Masyarakat Kalimantan – 17 Agustus 2021, Oleh: Alexandra Yovina, Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat. Pulau Kalimantan dikenal sebagai Pulau Kalimantan oleh dunia. Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 743.330 km². Konservasi hutan di pulau ini menjadi pusat perhatian lokal, nasional bahkan internasional karena keanekaragaman hayatinya yang sangat tinggi. Terdapat 40 – 50% flora dan fauna yang hanya dapat ditemukan di Kalimantan. Sebagai “menara air”, Pulau Kalimantan mengalir melalui lebih dari 20 sungai besar di kawasan tersebut. Sebagai “rumah” bagi 50 suku Dayak dengan bahasa dan budaya yang beragam.
Namun, dalam satu dekade terakhir setidaknya 1,2 juta hektar hutan di Indonesia hilang setiap tahunnya. Saat ini luas hutan Kalimantan yang tersisa tidak lebih dari 60%. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala, misalnya konversi fungsi lahan lain seperti pembalakan liar, pengelolaan hutan yang buruk, dan kebakaran hutan.
Baca juga: Pentingnya Proyek Penguatan Profil Siswa Pancasila di Satuan Pendidikan
Untuk menjaga pulau Kalimantan dan menjamin pengelolaan pulau ini dapat terlaksana secara efektif, maka pada tahun 2007 ketiga negara yang memiliki wilayah di pulau Kalimantan yaitu Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia menandatangani perjanjian untuk melakukan kegiatan positif. . . untuk melindungi Pulau Kalimantan yang disebut Jantung Kalimantan. Kalimantan (HoB). Heart of Borneo merupakan inisiatif yang muncul pada pertengahan tahun 2000an. Program ini dicanangkan ketiga negara sebagai upaya pengelolaan kawasan hutan tropis dataran tinggi di Kalimantan berdasarkan prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. HoB bertujuan untuk melindungi dan melestarikan manfaat dari salah satu kawasan hutan hujan terbaik yang tersisa di Kalimantan demi kesejahteraan generasi sekarang dan masa depan.
Program ESD di Jantung Kalimantan
Program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (PPB) di Jantung Kalimantan yang dimulai pada tahun 2008 merupakan upaya untuk bersama-sama mengatasi permasalahan mendasar di Kalimantan. Pada tahun yang sama, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia menindaklanjuti kesepakatan bersama tersebut dengan mengembangkan program Education for Sustainable Development (ESD) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Education for Sustainable Development. Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada sekolah-sekolah di 13 kabupaten di kawasan Heart of Borneo (HoB), yaitu: Provinsi Kalimantan Tengah (Katingan, Murung Raya, Gunung Mas, Pulang Pisau dan Barito Utara), Provinsi Kalimantan Timur ( Kutai Barat, Mahakam Ulu), Provinsi Kalimantan Barat (Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, Ketapang), serta di Provinsi Kalimantan Utara (Kabupaten Nunukan dan Malinau).
Di setiap kabupaten dibangun sekolah model dengan tujuan menjadikan sekolah binaan WWF Indonesia sebagai pusat pembelajaran bagi masyarakat sekitar dan sekolah lainnya dengan menanamkan nilai-nilai ESD sebagai bagian dari penyelamatan kekayaan alam nasional.
Pendekatan Seluruh Sekolah di Sekolah Binaan
Program pendampingan ESD di HoB dilakukan melalui penerapan The Whole School Approach. Konsep pendekatan ini meliputi: Belajar Mengajar, Budaya dan Etos Sekolah, Siswa, Masyarakat, Lingkungan Sekolah, Monitoring dan Evaluasi. Implementasi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di beberapa sekolah binaan dilaksanakan dengan 3 aspek yaitu aspek ekologi, sosial dan ekonomi yang menekankan pada pendidikan. Penerapan PPB di sekolah tidak berdiri sendiri, melainkan termasuk dalam mata pelajaran (terintegrasi) dan secara holistik. Proses demokrasi ditempatkan dalam pembelajaran untuk mendukung siswa meningkatkan kemampuan dan motivasinya untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan secara lokal dan global. Sebelum menerapkan ESD misalnya, SMPN 2 Belimbing Provinsi Kalimantan Barat telah menjalin kerjasama dengan masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah dan melibatkan warga sekitar sekolah untuk menciptakan kondisi aman di lingkungan sekolah. Keinginan untuk menerapkan ESD membuat masyarakat semakin intensif. Perkebunan tumpang sari, perkebunan buah naga, perkebunan tebu, dan peternakan menjadi pembelajaran penting bagi banyak pihak.
Konsep The Whole School Approach secara keseluruhan diterapkan dalam pengambilan keputusan yang mencakup seluruh aspek kehidupan sekolah dan kebijakan sekolah secara keseluruhan. Pengalaman langsung dengan “alam” menginspirasi siswa dan menghubungkan pembelajaran dengan nilai-nilai dan perilaku yang meningkatkan keberlanjutan. Kurikulum memiliki dimensi global yang menawarkan konteks relevan dimana siswa dapat memperkaya pengetahuannya